Tiba-tiba
jadi teringat salah satu bab di buku "Terapi Berpikir Positif" Ibrahim
Elfiky. Ia mengulas tentang Hukum Kekekalan Energi karya Albert
Einstein. Einstein menyatakan bahwa energi itu tidak bisa dimusnahkan, namun hanya berubah bentuk dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Sekarang saya percaya teori ini.
Setelah
lebih dari satu tahun lumayan vakum di dunia relawan, akhirnya saya
memutuskan dan merasa siap untuk kembali ke sana. Beberapa ilmu yang
saya dapat ketika kuliah dan di luar perkuliahan membimbing saya agar
bisa tetap fokus pada tujuan. As you know like what I've written before,
saya ingin menjadi bagian di UNICEF. And I will. Itu alasannya mengapa
saya memutuskan dan siap untuk kembali.
Seperti
tahun-tahun sebelumnya, setiap hari Minggu saya khususkan waktu saya
untuk adik-adik di Rumah Singgah Balarenik, Cakung - Jakarta Timur. Saya
korbankan waktu bersama pacar atau keluarga selama beberapa jam hanya
untuk mereka. It's fun!
Namun
Minggu (6/5) berbeda, sungguh berbeda. Seusai belajar dan bermain
bersama adik-adik, saya dan Yogi (relawan lain yang mengajar bersama
dengan saya) dikenalkan oleh calon relawan baru yang ingin ikut
bergabung dengan kami. Namanya Danti dan Yeyen dari Jurusan Pendidikan
Matematika Unindra, Jakarta. Akhirnya kami dan Kak Agus (pendiri Yayasan
Balarenik) dan Mpok Sulis (guru PAUD Balarenik) berbincang bersama.
Mereka mengajak kami ke Balarenik di wilayah Cakung dan memperkenalkan
wilayah calon binaan Balarenik di kawasan pemukiman pemulung di PIK Pulo
Gadung.
Saya
pikir, jalan-jalan ke sana sini. "Wah, menyenangkan!". Saya justru
super kelelahan. Saya mencoba menganalisis mengapa saya kelelahan. Rasa
lelah yang teramat sangat ini bukan karena fisik, namun juga psikis saya
yang lelah.
KEJADIAN #1
Baru
saja sampai di Cakung, kami serombongan berhenti di lampu merah Cacing
(Cakung Cilincing). Disana kami berinteraksi dengan keluarga-keluarga
dan anak-anak binaan Balarenik Cakung. Pemandangan yang tak biasa bagi
saya. Kulit mereka terbakar matahari, lelah dan keringat namun bercampur
dalam suasana keakraban yang kental. Kami semua duduk bersama dan
berbincang santai.
"Kak Widya, silakan duduk" ujar salah satu ibu-ibu disana.
Saya pun duduk di bale kayu sendirian. Tiba-tiba sesosok mata memandang saya lekat.
"Hai, kesini dik! Siapa namamu?". Anak itu menghampiri saya namun wajahnya datar dan tak menjawab.
"Namanya Arya, Kak! Dia emang gak bisa ngomong" ujar ibu-ibu tadi.
Astaghfirulloh...
hati saya seperti ditonjok. Arya tidak terlihat cacat, ia rupawan,
matanya berbinar. Walau saya tahu ia tidak bisa berbicara, namun saya
tetap mengajaknya berkomunikasi verbal.
"Arya sini, duduk samping kakak"
Arya
menghampiri dan segera duduk di samping saya. Bocah berumur sekitar 7
tahun itu segera mencari posisi duduk dengan sigap dan menempel manja
dengan saya. Saya terus merangkul dan mengelus-elus badan dan kepalanya.
Ya Alloh, perih sekali hati ini...
KEJADIAN #2
"Wid,
ayo kita jenguk Devi. Dia baru pulang dari rumah sakit. Rumahnya deket
kok, dari sini" ajak Mpok Sulis. Devi adalah salah satu anak binaan
Balarenik Cakung. Saya cukup mengenalnya karena ia sering kali mewakili
Balarenik dalam kontes menyanyi. Suaranya bagus, wajahnya ayu ceria.
Kedua
kalinya saya tertohok. Saya pikir sakit apa, ternyata Devi sedang
menjalani kemoterapi pertama. Ia menderita tumor di perutnya. Ia pun
masih harus menjalani lima tahap kemoterapi selanjutnya.
Rumah
Devi terletak di pemukiman padat penduduk. Gangnya kecil dan rumahnya
rapat-rapat. Devi dan keluarganya tinggal di sebuah kontrakan petak,
mungkin ukurannya lebih kecil dari kamarku. Langit-langitnya pendek dan
menciptakan hawa panas. Kombinasi sempurna jika kita sakit dan berada di
dalam ruangan tersebut.
"Kak, sini kak.. Devi sakit, perut Devi panas. Devi gak kuat.."
Begitulah
ucapan Devi ketika kami baru saja sampai di pintu rumah. Ia menangis
sambil terus memegangi perutnya. Wajahnya sungguh tirus dan terkesan
jauh lebih tua dari usianya yang masih menempuh sekolah menangah
kejuruan. Badannya hanya tinggal tulang, kurus sekali. Wajahnya pucat,
berhiaskan air mata. Astaghfirulloh... Saya tak kuat mengingatnya.
Hawa
negatif begitu terasa di ruangan sempit itu, dan berhasil masuk dan
menyerap ke dalam badan saya. Dengan seksama saya membiarkan energi
negatif menyerang tubuh dengan dahsyatnya. Ditambah seisi ruangan ikut
bersedih dan menangis.
KEJADIAN #3
Tak
sampai disitu, kami melanjutkan perjalanan ke pemukiman pemulung di PIK
Pulo Gadung. Rencananya, mulai tanggal 20 Mei 2012, wilayah tersebut
akan menjadi binaan Balarenik. Beberapa anak-anak disana akan
mendapatkan beasiswa dan juga diberikan akses pendidikan yang lebih
baik. Balarenik juga mengadakan kegiatan pengajian untuk anak-anak
disana.
Seperti
sedikit mengobati kelelahanku, anak-anak disana dengan riang menyambut
kakak-kakak yang berkunjung. Senyum mereka sungguh kekuatan besar. What a
magic smile! Namun saya tetap merasa lemas teramat sangat. Lihatlah
keadaan lingkungannya.
Kondisi Pemukiman Pemulung PIK Pulo Gadung |
Berpose di depan Mushola warga |
Bayangkan, bermain dan dibawahnya tumpukan sampah seperti ini? |
Tumpukan
sampah dimana-mana, debu dan bau tak terelakkan lagi. Tanah mereka
tertutup dengan material-material sampah yang bermacam-macam. Jembatan
pun tak ada, hanya beralaskan kayu yang rapuh (sukses membuatku
berdzikir ketika motorku melintasinya).
Saya
tak dapat membayangkan bagaimana mereka hidup disana, bermain dimana,
belajar bagaimana agar bisa berkonsentrasi? Saya bagaikan tertampar
dengan seluruh fasilitas yang bisa saya raih dan orang tua persiapkan
untuk saya. Dengan keadaan seperti itu, malaikat-malaikat kecil itu
tetap bisa tersenyum riang.
............
Dosen Psikologi saya, Ibu Agustina Ekasari, beliau mengatakan
"Sulitnya
menjadi psikolog adalah ketika kita harus bertemu orang-orang yang
membawa energi negatif begitu besar. Menumpahkan semuanya kepada kita.
Bayangkan jika kita tidak sedang dalam keadaan baik dan fit, maka energi
negatif itu akan menyergap tubuh kita. Dan akhirnya kita juga akan
'tertular' negatif"
Wow,
sama persis seperti isi buku Elfiky. Kelelahan berat yang saya alami
karena saya kehabisan energi positif dari tubuh saya, dan sukses
dimasuki energi-energi negatif dari lingkungan. Pelajaran penting bagi
saya untuk selalu mempersiapkan diri apalagi ketika saya menjadi bagian
dari UNICEF. Namun saya percaya, senyum anak-anak itu akan selalu
menjadi kekuatan besar bagi saya.
Namun harusnya saya juga berfikir lebih jauh daripada rasa lelah saya..
APA YANG BISA SAYA LAKUKAN UNTUK MEREKA?
untuk Arya, Devi, atau Anak-anak di PIK Pulo Gadung
APA?
Bantu saya berpikir, yuk...
NB : Spread your positive energy, and your environment will be positive too ;)
No comments :
Post a Comment