Hari Sabtu adalah harinya berbakti (saya doang sih, yang bikin hehehe). Maksudnya, melepaskan urusan lain (termasuk di-apelin pacar) untuk kegiatan sosial. Sudah satu bulan ini saya mulai membina adik-adik di lapak pemulung Sumber Arta, Bekasi. Di sana ada sekitar 34 anak dengan usia pra-sekolah sampai SD kelas 6. Kegiatan kami adalah membantu adik-adik belajar diselingi bermain.
Berhubung hari ini adalah Hari Ibu, saya sudah menyiapkan materinya. Kalau biasanya kami belajar pelajaran sekolah seperti menulis, membaca, dan berhitung, kali ini kami membuat bunga dari kertas krep dan kartu ucapan untuk Ibunda.
Hari ini relawannya banyak, senang deh! Ada 8 orang relawan yang datang : Kak Putra (teman SD & SMP saya), Kak Egi, Kak Ami, Kak Atikah, Kak Allive, Kak Donna (junior saya di kampus, semuanya semester 1), dan Kak Elis yang jauh-jauh dari Kalibata main ke Balarenik.
Semua relawan sampai di lokasi jam 14.00. Ada sedikit kendala di jalan yang menjadikan kami datang terlambat satu jam dari biasanya. Sesampainya di mushola yang kita gunakan untuk belajar di kawasan lapak, ternyata sama sekali gak ada adik-adik yang datang. Yang bermain di halaman pun gak ada. Kemana mereka?
Saya pun menghampiri seorang anak yang sedang bermain di tengah gerimis. Dia bilang, anak-anak sedang ada di sebelah kiri lapangan. "Ada yang ulang tahun, kak" jelas Ilham.
Saya meminta tolong Ilham untuk mengantarkan ke tempat ulang tahunnya. Ternyata bukan ulang tahun, melainkan adik-adik sedang bernyanyi diiringi irama gitar.
"Eh, Kak Widya! Anak-anak lagi natalan, Kak.. Baru aja mulai" kata Ibu Maisaroh, salah satu warga yang tinggal di dekat mushola.
Saya berdiri di dekat pintu. Anak-anak berada di dalam sebuah rumah berbatako (jelas keadaannya lebih baik dibanding rumah warga yang berbahan triplek non-permanen). Mereka pun melihat kehadiran saya dan spontan berteriak :
"KAK WIDYAAAAAA...." ujar mereka bersahutan. Konsentrasi nyanyian mereka terbagi. Kakak-kakak yang mengiringi musik di dalam pun menoleh ke luar. Saya melambaikan tangan sebagai salam perkenalan. Namun mereka malah menatap saya kurang ramah dan heran.
"Yuk, kita nyanyi lagi yuk! Burung pipit dikasihi Tuhan...." ajak salah satu kakak di dalam rumah sambil bermain gitar. Anak-anak pun kembali bernyanyi.
"Kak Widya, kirain sekolahnya libur" ucap salah satu ibu-ibu yang sedang menunggui anaknya. Ibu-ibu yang lain pun ada yang berceloteh "itu lho, Kak Widya yang suka ngajar di mushola". Wah, ngeri memperkeruh suasana nih saya!
"Ibu, saya kembali ke mushola dulu ya.. Nanti kalau adik-adik sudah selesai acaranya, masih mau belajar lagi, saya dan teman-teman ada di mushola" jelas saya.
Ibu Maisaroh pun berbaik hati mengantarkan saya kembali ke mushola. Selama di perjalanan, saya bertanya banyak tentang kegiatan pemuda yang mengajak anak-anak natalan tadi. Informasi yang saya dapatkan, mereka digawangi oleh Kak Ana. Mereka berasal dari Prumpung. Oiya, Kak Ana itu adalah seorang WNA. Kak Ana biasa mengajak anak-anak dari Senin sampai Jum'at siang hari. Namun sudah lebih dari dua minggu Kak Ana tidak mengajar lagi. Baru hari ini Kak Ana muncul kembali, dan mengajak natalan. Padahal, agama warga mayoritas adalah muslim.
Kami akhirnya baru mulai belajar pukul 15.00 dan hanya sedikit adik-adik yang berkumpul di mushola. Seperti yang telah direncanakan, kami membuat bunga kertas dan kartu ucapan untuk Hari Ibu. Sempat terharu saat salah satu adik kami, Subhan, menulis kartu ucapan untuk ibundanya di surga. Hiks....
Pamer hasil karyanya, nih.. Bunga mawar & kartu ucapan Hari Ibu-nya. Yay :) |
Posting-an saya kali ini memang agak berbau rasis (mohon maaf sebelumnya). Namun saya merasa perlu menyampaikan ini. Saya memang anak baru di dunia humanitarian, baru tiga tahun saya berkenalan dengan dunia relawan. Saya senang sekali banyak orang yang melakukan kebaikan, namun apa pantas jika kita melakukan kebaikan dengan mengusik keyakinan orang lain?
Bagi saya haram hukumnya mengusik keyakinan orang lain. Saya akan sangat menghargai seseorang dengan agama apapun, bahkan jika ia memilih untuk menjadi seorang atheis. Keyakinan adalah suatu hal yang esensial dan asasi. Tak boleh kita interupsi.
Seketika saya teringat biografi Laksamana Ceng Ho yang pernah saya baca. Ia seorang muslim dari negeri Cina. Banyak pasukannya yang non-muslim, namun ia sangat menghargainya. Ia tak pernah memaksa pasukannya untuk masuk Islam, walaupun ia berkuasa. Dalam misi pelayarannya, ia tetap menyediakan babi dll., bagi pasukannya yang non-muslim.
Ada rasa prihatin dan marah yang saya rasakan. Prihatin karena orang-orang di lapak sana miskin dan bodoh. Mereka tidak salah, hanya mereka belum terdidik. Bahkan orang tua anak-anak pun tak peduli apa yang diajarkan kepada anak mereka. Apakah anaknya diajarkan lagu rohani yang tidak sesuai dengan keyakinannya, atau Al-Fatihah sekalipun mereka tak peduli. Di sana banyak anak-anak yang tak bisa ber-wudhu, sholat, juga membaca iqra & Al-Qur'an. Saya marah karena mereka (Kak Ana, dkk.) berbuat baik namun mengusik keyakinan orang lain. Saya marah karena umat muslim di sekitar lapak tidak peka, kemana mereka?
Kemana orang-orang yang meneriakkan dakwah?
Kemana orang-orang yang jidatnya menghitam, celananya mengatung, yang mereka bilang menjunjung tinggi Islam?
Kemana orang-orang yang teriak Jihad?
Kemana orang-orang yang suka beramal berjuta-juta rupiah sampai masuk TV?
Kemana orang-orang yang berseru tegakkan panji-panji Islam?
Kemana mereka?
Kemana?
Semoga apa yang saya sampaikan bisa menggelitik lubuk hati para pendakwah yang paling dalam. Mucul lah... Bantu saudara kita yang miskin dan bodoh itu!
Selamat ber-introspeksi (saya juga). Selamat merenung. Selamat berproses.. :)
aku juga sering liat bule2 itu keliaran pake baju putih hitam kadang berjas, ngajak ngomong orang2 di jalanan, anak2 yang jadi pengamen jalanan...heyyyy...mereka lagi cari domba yang tersesat widya.
ReplyDelete