Dilantik sebagai sarjana oleh Pak Rektor, DR. Ir. Nandang Najmulmunir, MS (Dokumentasi Pribadi) |
Saat wisuda, biasanya orang-orang akan merasa bahagia, haru, dan bangga. Bagaimana tidak, perjuangan kurang lebih 4 tahun menggapai gelar sarjana akhirnya usai sudah. Tetapi saya malah deg-degan bukan main dan rasanya seperti kepingin mati!
Sebulan sebelum acara wisuda tanggal 1 April lalu saya dikontak oleh salah satu panitia wisuda universitas. Beliau meminta saya mewakili para wisudawan menyampaikan pesan dan kesan. Saya yang saat itu sedang duduk anteng di meja kantor hanya menjawab santai "Ooh.. Okey, bu!" tanpa beban.
Dua minggu sebelum wisuda, panitia mengirimkan draft pidato kesan dan pesan yang akan saya bacakan. Jadi seminggu sebelumnya saya diminta mengirimkan draft pidato, kemudian direvisi oleh Bapak Warek 1 supaya 'mantes' dipajang di buku wisudawan. Berhubung pekerjaan di kantor sedang lumayan banyak ditambah harus mengurus usaha undangan, saya sama sekali tidak sempat membacanya bahkan menghayatinya. Saya baru membuka naskah tersebut saat gladi bersih wisuda, H-3 (28/3).
"Widy sudah pelajari naskahnya?" tanya salah satu panitia wisuda.
"Belum hehehe...." jawab saya cengengesan.
Kalau wisudawan-wisudawati lain excited menghadapi wisuda, (saya juga sebenarnya excited sih), saya justru mempersiapkan segala sesuatunya dengan dadakan. Saya baru membeli kebaya seminggu sebelum wisuda, dibarengi dengan cari salon untuk make up. Saya sudah gak kepikiran pakai baju apa saat wisuda, toh tertutup baju toga juga kan? Hehehe... Berbeda dengan Ibunda saya yang justru sudah mempersiapkan 2 potong baju untuk wisuda, padahal yang dipakai kan hanya satu.
H-1 wisuda, saya baru diselimuti rasa degdegan. Saya buka naskah pidato yang saya cuekin, berusaha mempelajarinya sedikit-sedikit. Lhaaa ini normatif bener pidatonya, gumam saya. Malam itu saya berkonspirasi dengan diri sendiri.
Hari H wisuda, saya sudah heboh karena lupa meletakkan hijab dan peralatan lenong lainnya. Boro-boro mikirin pidato deh, sarapan saja sampai gak sempat. Hehehe.... Saya sampai di lokasi wisuda, Sasono Utomo, terlambat 30 menit dari jam berkumpul. Saya datang saat semua wisudawan sudah siap memasuki ruangan. Buru-buru saya ikut berbaris, di situ saya masih bercanda-canda dengan teman.
"Ah, santai begini kok.. Masih bisa ketawa" gumam saya.
Saat masuk ruangan, saya mulai merasakan grogi. Ya ampun, ruangannya besar sekali. Saya mulai berhitung dalam hati :
"Kalau wisudawan ada 682, dan pendamping wisudanya masing-masing ada dua, berarti ada 1.364 pendamping wisuda. Total lebih dari 2.000 orang dalam ruangan, itu belum termasuk senat, paduan suara, dan panitia."
MATI GUE!!!
Demi apapun, seumur hidup saya belum pernah berbicara di depan orang sebanyak itu. Paling banyak dulu pas kampanye jadi ketua OSIS di SMP, itu juga cuma ratusan siswa.
Acara wisuda bergulir satu demi satu, panitia wisuda datang menghampiri dan memberi tahu bahwa saya akan memberikan kesan dan pesan setelah pemberian penghargaan untuk mahasiswa berprestasi di akhir prosesi wisuda. Saya yang tadinya hampir tidak bisa makan karena saking groginya mulai tenang. "Ah nanti ini pidatonya, makan dulu lah", saya akhirnya mencoba makan tetapi tetap berhati-hati
Setelah 682 wisudawan dilantik sebagai diploma, sarjana, dan pasca-sarjana, tibalah pengumuman mahasiswa berprestasi. Ternyata nama saya ada di salah satu wisudawan tersebut.
Sebenarnya banyak kejadian konyol selama wisuda. Misalnya saat pemberian penghargaan, kain songket saya itu naik sampe betis karena ribet hehehhe.. Yah tapi bagaimana, pede saja deh berjalan.
Belum sampai duduk selepas pemberian penghargaan, nama saya langsung dipanggil memberikan kesan pesan wisudawan. JENDRAAALLLL..... GAK PAKAI JEDA SAMA SEKALI KAAH INIIIII???????? *PANIK TINGKAT KHAYANGAN*
Saya mau gak mau terus berjalan (karena sudah dipanggil namanya untuk pidato), padahal haus :(
Entah haus beneran karena berjalan mengitari ruangan, atau haus grogi.
Sesampainya di podium, saya melihat audience di depan saya. Audience-nya gak banyak sih, tapi BANYAK BANGET BENERAN!
Mau mati rasanya.
Dua ribu lebih kepala ternyata bikin pusing kalau dilihat. Serius deh. Gak ada yang bisa digambarin gimana gugupnya saya saat itu. Gak heran kalau ada penelitian yang bilang orang lebih takut berbicara di depan umum daripada kematian dan ketinggian.
Saya sejenak berusaha menenangkan diri. Sekelebat teringat dengan sesi training presentation skill di kantor, bahwa kita sebenarnya tidak terlihat segugup yang kita rasakan. Berbekal satu kalimat itu, saya berusaha percaya diri. Semoga orang lihatnya saya gak gugup-gugup banget, walaupun rasanya mau pingsan.
Saya mencoba membuka pidato secara perlahan. Kata-katanya saya sampaikan tidak terburu-buru, hitung-hitung sambil mengatur nafas.
Saat berdiri di podium (Sumber : Dokumentasi Ilmu Komunikasi Unisma Bekasi) |
Pidato pun akhirnya selesai diiringi tepuk tangan riuh oleh para hadirin. Saya juga bingung tuh, kenapa orang tepuk tangan terus saat saya pidato. Satu bait saya pidato, orang tepuk tangan. Satu bait lagi, tepuk tangan lagi. Gitu terus pokoknya.
Saya kembali lagi ke tempat duduk di tengah-tengah pada wisudawan. Beberapa teman memberikan selamat. Namun ada satu teman yang menegur saya, namanya Eva, ia satu angkatan dan satu jurusan dengan saya.
"Beb, elu kok pidatonya beda sama di buku wisuda?" tanya Eva.
"Sengaja. Hehehe...."
Maaf ya Pak Warek, naskah wisudanya gak saya baca. Malam sebelum wisuda saya berkonspirasi dengan diri sendiri untuk tidak menggunakan naskah tersebut. Pidato yang saya sampaikan itu modal nekat. Saya menyusun improvisasi sendiri karena beberapa alasan :
1. Pidatonya terkesan normatif
2. Saya mau curhat.
3.
Saya risih dianggap cum laude dengan segala ekspektasi orang-orang yang tinggi. Padahal saya sama seperti mahasiswa lainnya saat kuliah, demen nongkrong makan mie instan di pinggir kali, demen ke mall, demen jalan-jalan, jadi jangan dikira saya belajar terus ya. IPK yang saya dapatkan hanya sebatas bukti bahwa saya dapat mengikuti sistem pendidikan di kampus dengan baik. Namun hal itu bukan penunjuk kualitas diri saya.
Karena kualitas diri kita tidak semata ditentukan oleh IPK yang kita raih, tetapi bagaimana pekerjaan yang telah kita lakukan sebelumnya, dan perilaku kita terhadap orang lain.
Jadi, semua wisudawan, mau yang IPK-nya satu sampai empat, semua punya kesempatan yang sama untuk memilih karir yang mereka impikan, mewujudkan profesi yang mereka cita-citakan. Kalau teman-teman merasa nasib baik belum berpihak kepada teman-teman, maka ciptakan kebaikan itu sebanyak-banyaknya. Suatu hari kebaikan itu akan kembali kepada diri kita. Lagian kata siapa yang cum laude gak ngaggur, saya juga sempat harap-harap cemas nungguin pekerjaan kok. Sama kan kita? :D
Nah, kan jadi curhat di sini juga... :D
Mak, anaknya sarjana mak... (Sumber : Dokumentasi Pribadi) |
Mau berbagi juga ah, make up kece-nya di-support oleh salon Tante Mooei di Ruko Sentra Niaga Kayuringin. Ini make up-nya bagus, boleh lah buat referensi wisuda atau acara-acara. Inner hijab pakai merk Zoya, innernya enak gak gerah, tapi mahal. Hahahaha....
Sukses selalu untuk seluruh wisudawan Unisma XXXIII :)
waaaaahhh MasyaAllahh..
ReplyDeletesalut dan bangga sist ..
semoga sukses dunia akhirat
aamiin !!
congratulation yaaaaaaa...
Aamiin sist... Berkah juga utk Mba Zilqiah :)
DeleteSelamat yaaaa, tadinya kirain teh kenapa kok mau mati, hihi...ternyataaa
ReplyDeleteHihihi iya mba... itu moment paling gugup dalam hidupku :D
DeleteSelamat ya sudah wisuda..sudah selesai satu tanggung jawab. Ga diomelin tuh ga baca naskah sesuai yg original? Hehehe Tfs dan salam kenal :)
ReplyDeleteHai mba Harjanti, salam kenal juga :)
DeleteAlhamdulillah pidatonya gak diberhentiin di tempat dan gak diomelin juga sama jajaran rektorat habis pidato hehehe...
Selamat ya sista,bangga bgt akan dirimu..satu tahap dah selesai di lewati,semoga segera melewati jg tahapan2 selanjutnya (kawin..kawin..sbentar lagi widy kawin) yeaahhh...qiqiqi...:)
ReplyDeletemakasih teteh sayaaang :*
DeleteAbis ini siap-siap kawin qiqiqiqqiqiiiii :D
Setuju sekali dengan kalimat yang ini :
ReplyDelete"IPK yang saya dapatkan hanya sebatas bukti bahwa saya dapat mengikuti sistem pendidikan di kampus dengan baik. Namun hal itu bukan penunjuk kualitas diri saya.
Karena kualitas diri kita tidak semata ditentukan oleh IPK yang kita raih, tetapi bagaimana pekerjaan yang telah kita lakukan sebelumnya, dan perilaku kita terhadap orang lain.
Jadi, semua wisudawan, mau yang IPK-nya satu sampai empat, semua punya kesempatan yang sama untuk memilih karir yang mereka impikan, mewujudkan profesi yang mereka cita-citakan."
Yes.. hatur nuhun sudah mlipir :)
Deleteselamat ya mbak hihi
ReplyDeleteMakasih mbaak... sukses juga utk mba agustina :)
DeleteWah, kerenn! Selamat yah ikut seneng rasanya dan inget jaman wisuda dulu *halah haha
ReplyDeleteSatu hal yg pasti, orang tua yg bangga ngeliat kita di podium sana :) Lulus aja udah bangga apalagi termasuk yg terbaik hehe
Makasih mak Nad :)
DeleteJadi flashback ya inget saat wisuda dulu hehehe...
Sukses ya sist...
ReplyDeleteaamiin hatur nuhun sist :)
DeleteBisa membayangkan deg-degannya waktu itu.
ReplyDeletePasti bangga jadi emaknya. :)
Ibu saya (katanya) nangis waktu itu, tapi saya gak lihat. Kalau saya lihat malah mau saya ledekin hehehee *ja'at* :))
Delete" Kalau teman-teman merasa nasib baik belum berpihak kepada teman-teman, maka ciptakan kebaikan itu sebanyak-banyaknya. Suatu hari kebaikan itu akan kembali kepada diri kita. "
ReplyDeletegw copas ya kata katanya...dan congratulation atas wisudanya.
Hatur nuhun kaaak... :)
Deleteselamat mak! wah kita beda 13 hari wisudanya, hihihi
ReplyDeletebedanya, mak widi graduation speech, kalo aku pas wisuda, tampil stand up comedy! ngahahahaha belajar gilaaa xD
Hatur nuhun Mak Pungky! Laaah stand up comedy qiqiqiqi.... Keren tuh, kalo aku kan anaknya garing, kalo stand up comedy nanti dilemparin botol akua :D
DeleteSelamat yaaa mba widy .. Ikut senang dan gemes aku baca postingannya :D
ReplyDeleteSeru banget!
www.misskarlina.com
Terima kasih mba karlina :)
Delete